BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Berkurangnya Pendengaran adalah
penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah
penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat.
Presbikusis merupakan akibat dari
proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian koklea (striae vaskularis,
sel rambut, dan membran basi la ris) maupun serabut saraf auditori. Presbikusis
ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor
eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan
penyakit sistemik.
Presbikusis terbagi dua menjadi
prebiskus perifer dan prebiskus sentral. Presbikusis perifer, di mana para
lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat Bantu dengar masih cukup
bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari berteriak/berbicara
terlalu keras karena dapat membuat ketidaknyamanan di telinga. Presbikusis
sentral, di mana lansia mengalami gangguan untuk mengidentifikasi kalimat,
sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang. Oleh karena itu, percakapan
dengan para lansia harus sedikit lebih lambat tanpa mengabaikan irama dan
intonasi.
Presbikusis ditambah dengan situasi
ketika percakapan yang berlangsung kurang mendukung dapat menyebabkan lansia
mengalami gangguan komunikasi. Gangguan komunikasi ini dapat terjadi akibat :
pertama pembicaraan mengalami gangguan karena suara music, radio, televise,
maupun pembicaraan lainnya. Kedua: sumber suara mengalami distorsi yang berasal
dari pengeras suara yang tidak sempurna seperti di terminal, masjid, telepon, maupun
bila diucapkan oleh anak-anak atau pembicara terlalu cepat. Ketiga: kondisi
akustik ruangan yang tidak sempurna seperti didapur, ruang makanrestoran, serta
ruang pertemuan yang mudah memantulkan suara.
2.2
Penyebab
Penurunan fungsi pendengaran bisa
disebabkan oleh:
·
Suatu masalah mekanis di dalam saluran
telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara
(penurunan fungsi pendengaran konduktif).
·
Kerusakan pada telinga dalam, saraf
pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran
sensorineural).
Penurunan fungsi pendengaran
sensorineural dikelompokkan lagi menjadi:
·
Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika
kelainannya terletak pada telinga dalam)
·
Penurunan fungsi pendengaran neural
(jika kelainannya terletak pada saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran
di otak).
Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan
penyakit keturunan, tetapi mungkin juga disebabkan oleh:
·
Trauma akustik (suara yang sangat keras)
·
Infeksi virus pada telinga dalam
·
Obat-obatan tertentu
·
Penyakit Meniere.
Penurunan fungsi pendengaran neural
bisa disebabkan oleh:
·
Tumor otak yang juga menyebabkan
kerusakan pada saraf-saraf di sekitarnya dan batang otak
·
Infeksi
·
Berbagai penyakit otak dan saraf
(misalnya stroke) - Beberapa penyakit keturunan (misalnya penyakit Refsum).
2.3 Gejala
Penderita penurunan fungsi
pendengaran bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala berikut:
·
kesulitan dalam mendengarkan percakapan,
terutama jika di sekelilingnya berisik terdengar gemuruh atau suara berdenging
di telinga (tinnitus)
·
Tidak dapat mendengarkan suara televisi
atau radio dengan volume yang normal
·
Kelelahan dan iritasi karena penderita
berusaha keras untuk bisa mendengar
·
pusing atau gangguan keseimbangan.
2.4
Epidemiologi
Gangguan pendengaran adalah kondisi
kronis yang paling umum ketiga di negara Amerika Serikat dan merupakan nomor
satu dalam gangguan komunikasi dari usia antara 25-40% dari penduduk berusia 65
tahun atau lebih tua, dan tuna rungu (19,20). Prevalensi presbikus meningkat
seiring bertambahnya usia, mulai dari 40% sampai 60% pada lansia berusia 75
tahun dan lebih dari 80% pada pasien berusia 85 tahun (2009)
2.5 Anatomi Fisiologi
Telinga sebagai organ pendengaran
dan ekuilibrium terbagi dalam tiga bagian, yaitu telinga luar, tengah, dan
dalam. Telinga berisi reseptor-reseptor yang menghantarkan gelombang suara ke
dalam impuls-impuls saraf dan reseptor yang berespons pada gerakan kepala.
Perubahan pada telinga luar
sehubungan dengan proses penuaan adalah kulit telinga berkurang elastisitasnya.
Daerah lobus yang merupakan satu-satunya bagian yang tidak disokong oleh kartilago
mengalami pengeripu tan, aurikel tampak lebih besar, dan tragus sering ditutupi
oleh rumbai-rumbai rambut yang kasar. Saluran auditorius menjadi dangkal akibat
lipatan ke dalam, pada dindingnya silia menjadi lebih kaku dan kasar juga
produksi serumen agak berkurang dan cenderung menjadi lebih kering.
Perubahan atrofi telinga tengah,
khususnya membran timpani karena proses penuaan tidak mempunyai pengaruh jelas
pada pendengaran. Perubahan yang tampak pada telinga dalam adalah koklea yang
berisi organ corti sebagai unit fungsional pendengaran mengalami penurunan
sehingga mengakibatkan presbikusis.
Lebih kurang 40% dari populasi
lansia mengalami gangguan pendengaran (presbikusis). Gangguan pendengaran mulai
dari derajat ringan sampai berat dapat dipantau dengan menggunakan alat
audiometer. Pada umumnya laki-laki lebih sering menderita gangguan pendengaran
dibandingkan perempuan.
Presbikusis merupakan akibat dari
proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian koklea (striae vaskularis,
sel rambut, dan membran basi la ris) maupun serabut saraf auditori. Presbikusis
ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor
eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan
penyakit sistemik.
Presbikusis terbagi dua menjadi
prebiskus perifer dan prebiskus sentral. Presbikusis perifer, di mana para
lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat Bantu dengar masih cukup
bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari berteriak/berbicara
terlalu keras karena dapat membuat ketidaknyamanan di telinga. Presbikusis
sentral, di mana lansia mengalami gangguan untuk mengidentifikasi kalimat,
sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang. Oleh karena itu, percakapan
dengan para lansia harus sedikit lebih lambat tanpa mengabaikan irama dan
intonasi.
Presbikusis ditambah dengan situasi
ketika percakapan yang berlangsung kurang mendukung dapat menyebabkan lansia
mengalami gangguan komunikasi. Gangguan komunikasi ini dapat terjadi akibat:
Pertama, pembicaraan mengalami gangguan karena suara
musik, radio, televisi, maupun pembicaraan lain.
Kedua, sumber suara mengalami distorsi yang berasal
dari pengeras suara yang tidak sempurna seperti di terminal, masjid, telepon,
maupun bila diucapkan oleh anak-anak atau pembicara yang terlalu cepat.
Ketiga, kondisi akustik ruangan yang tidak sempurna
seperti di dapur, ruang makan restoran, serta ruang pertemuan yang mudah
memantulkan suara.
2.6
Patofisiologi
Menurut frekuensi getarannya,
tinnitus terbagi menjadi dua macam, yaitu:
·
Tinnitus Frekuensi rendah (low tone)
seperti bergemuruh
·
Tinnitus frekuensi tinggi (high
tone)seperti berdenging
Tinnitus biasanya di hubungkan
dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi, yang
biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika di sertai dengan inflamasi,
bunyi dengung akan terasa berdenyut (tinnitus pulsasi) dan biasanya terjadi
pada sumbatan liang telinga, tumor, otitis media, dll.
Pada tuli sensorineural, biasanya
timbul tinnitus subjektif nada tinggi (4000Hz). Terjadi dalam rongga telinga
dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi merambat melalui cairan telinga,
merangsang dan membunuh sel-sel rambut pendengaran maka telinga tidak dapat
berespon lagi terhadap frekuensi suara. Namun jika suara keras tersebut hanya
merusak sel-sel rambut tadi maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras
pada telinga yang di alami oleh penerita.(penatalaksanaan penyakit dan kelainan
THT edisi 2 thn 2000 hal 100). Susunan telinga kita terdiri atas liang telinga,
gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput. Ketika terjadi
bising dengan suara yang melebihi ambang batas, telinga dapat berdenging, suara
berdenging itu akibat rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak bisa
berhenti bergetar. Kemudian getaran itu di terima saraf pendengaran dan
diteruskan ke otak yang merespon dengan timbulnya denging.
Kepekaan setiap orang terhadap
bising berbeda-beda, tetapi hampir setiap orang akan mengalami ketulian jika
telinganya mengalami bising dalam waktu yag cukup lama. Setiap bising yang
berkekuatan 85dB bisa menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu di Indonesia telah
di tetapkan nilai ambang batas yangn di perbolehkan dalam bidang industri yaitu
sebesar 89dB untuk jangka waktu maksimal 8 jam. Tetapi memang implementasinya
belum merata. Makin tinggi paparan bising, makin berkurang paparan waktu yang
aman bagi telinga.
2.7 Pathway
2.8
Pemeriksaan
1.
Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui
hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala yang telah digetarkan di
dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga.
Penurunan fungsi pendengaran atau
ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran
telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf
pendengaran di otak.
Pada dewasa, pendengaran melalui
hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah
digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang telinga).
Getaran akan diteruskan ke seluruh
tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea mengandung
sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya
akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai
telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di otak. Jika
pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran
tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif.
Jika pendengaran melalui hantaran
udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural. Kadang pada seorang
penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan.
2.
Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan
fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik
(audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu.
Ambang pendengaran untuk
serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga
penderita tidak lagi dapat mendengarnya.
Telinga kiri dan telinga kanan
diperiksa secara terpisah.
Untuk mengukur pendengaran melalui
hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui
hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan
pada prosesus mastoideus.
3.
Audimetri Ambang Bicara
Audiometri ambang bicara mengukur
seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa dimengerti.
Kepada penderita diperdengarkan
kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi yang sama,
pada volume tertentu.
Dilakukan perekaman terhadap volume
dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
4.
Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan
penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir
sama. Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir
sama.
Pada tuli konduktif, nilai
diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada
dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah
normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.
5.
Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis
audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga
tengah. Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli
konduktif.
Prosedur in tidak memerlukan
partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak.
Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus
menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.
Dengan alat ini bisa diketahui
berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang
dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.
Hasil pemeriksaan menunjukkan
apakah masalahnya berupa:
·
penyumbatan tuba eustakius (saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang)
·
cairan di dalam telinga tengah
·
kelainan pada rantai ketiga tulang
pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan
adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes
(salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).
Dalam keadaan normal, otot ini
memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh (refleks akustik)
sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.
Jika terjadi penurunan fungsi
pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat.
Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksi
selama telinga menerima suara yang gaduh.
6.
Respon Auditoris Batang Otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang
saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf pendengaran. Respon
auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu
pada penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.
7.
Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk
mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa
membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Elektrokokleografi
dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran pada
penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar
terhadap suara. Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau
untuk memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).
Beberapa pemeriskaan pendengaran
bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang mengolah pendengaran di otak.
Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:
·
mengartikan dan memahami percakapan yang
dikacaukan
·
memahami pesan yang disampaikan ke
telinga kanan pada saat telinga kiri menerima pesan yang lain
·
menggabungkan pesan yang tidak lengkap
yang disampaikan pada kedua telinga menjadi pesan yang bermakna
·
menentukan sumber suara pada saat suara
diperdengarkan di kedua telinga pada waktu yang bersamaan.
Jalur saraf dari setiap telinga
menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu kelainan pada otak kanan
akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri.
Kelainan pada batang otak bisa
mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi
pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.
2.9
Pengobatan
Pengobatan untuk penurunan fungsi
pendengaran tergantung kepada penyebabnya. Jika penurunan fungsi pendengaran
konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di
saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut. Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka
digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.
2.10
Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar merupakan suatu
alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan
merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari:
·
Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
·
Sebuah amplifier untuk meningkatkan
volume suara
·
Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara
yang volumenya telah dinaikkan.
Berdasarkan hasil tes fungsi
pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita sudah
memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional
kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran).
\
Alat bantu dengar sangat membantu
proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi
pendengaran sensorineural. Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang
audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal berikut:
·
kemampuan mendengar penderita
·
aktivitas di rumah maupun di tempat
bekerja
·
keterbatasan fisik
·
keadaan medis
·
penampilan
·
harga.
Alat Bantu Dengar Hantaran Udara
Alat ini paling banyak digunakan,
biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara
atau sebuah selang kecil yang terbuka.
Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di
Badan
Digunakan pada penderita tuli dan
merupakan alat bantu dengar yang paling kuat. Alat ini disimpan dalam saku
kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang dipasang di
saluran telinga. Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena
pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.
Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di
Belakang Telinga
Digunakan untuk penderita gangguan
fungsi pendengaran sedang sampai berat. Alat ini dipasang di belakang telinga
dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.
CROS (contralateral routing of
signals)
Alat ini digunakan oleh penderita
yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada salah satu telinganya.
Mikrofon dipasang pada telinga yang
tidak berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui
sebuah kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini. Dengan alat ini,
penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.
BICROS (bilateral CROS)
Jika telinga yang masih berfungsi
juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang ringan, maka suara dari kedua
telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat
memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir
tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan (otore).
Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang
telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang
tengkorak ke telinga dalam.
Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa
ditanamkan pada tulang di belakang telinga.
2.11
Pencangkokan Koklea
Pencangkokan koklea (implan koklea)
dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah
menggunakan alat bantu dengar.
Alat ini dicangkokkan di bawah
kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
·
Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
dari sekitar
·
Sebuah prosesor percakapan yang
berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap oleh mikrofon
·
Sebuah transmiter dan
stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor percakapan dan
merubahnya menjadi gelombang listrik
·
Elektroda, berfungsi mengumpulkan
gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak.
Suatu implan tidak mengembalikan
ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal, tetapi bisa memberikan
pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu mereka dalam memahami
percakapan.
Implan koklea sangat berbeda dengan
alat bantu dengar.
Alat bantu dengar berfungsi
memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam
yang mengalami kerusakan.
Jika fungsi pendengaran normal,
gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh telinga dalam. Gelombang
listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara.
Implan koklea bekerja dengan cara
yang sama. Secara elektronik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan
kemudian mengirimnya ke otak
2.12
Penatalaksanaan
Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Pendengaran Lansia
a.
Bersihkan telinga, pertahankan
komunikasi.
b.
Berbicara pada telinga yang masih baik
dengan suara yang tidak terlalu keras.
c.
Berbicara secara perlahan-lahan, jelas,
dan tidak terlalu panjang.
d.
Beri kesempatan klien untuk menjawab
pertanyaan.
e.
Gunakan sikap dan gerakan atau objek
untuk memudahkan persepsi klien.
f.
Beri sentuhan untuk menarik perhatian
sebelum memulai pembicaraan.
g.
Beri motivasi dan reinforcement.
h.
Kolaborasi untuk menggunakan alat bantu
pendengaran.
i.
Lakukan pemeriksaan secara berkala.
BAB III
ASUHAN KEPERWATAN
A. Pengkajian
§ Fokus
pengkajian pada klien dengan ganguan pendengaran
§ Kaji
identitas klien
§ Kaji
riwayat keperawatan
§ Kaji
adanya penguanaan obat-obat yang menyebabkan ototoxic dan merusak ssp serta
organ-organ bagian telinga dan keseimbanagan
§ Kaji
riwayat penguanaan obat-obatan
B. Diagnosa keperawatan
a)
Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan degenerasi tulang pendengaran bagian dalam.
b)
Harga diri rendah berhubungan dengan
penurunan fungsi pendengaran.
c)
Kurang aktivitas berhubungan dengan
menarik diri dengan lingkungan.
C. Intervensi keperawatan
a)
Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan degenerasi tulang pendengaran bagian dalam
Tujuan : komunikasi verbal klien
berjalan dengan baik
Kriteria Hasil
Dalam 1 hari klien dapat :
-
Menerima pesan melalui metode alternatif
-
Mengerti apa yang diungkapkan
-
Memperlihatkan suatu peningkatan
kemampuan untuk berkomunikasi
-
Menggunakan alat bantu dengar dengan
cara yang tepat
Intervensi :
a.
Kaji tingkat kemampuan klien dalam
penerimaan pesan
b.
Periksa apakah ada serumen yang
mengganggu pendengaran
c.
Bicara dengan pelan dan jelas
d.
Gunakan alat tulis pada waktu
menyampaikan pesan
e.
Beri dan ajarkan klien pada penggunaan
alat bantu dengar
f.
Pastikan alat bantu dengar dapat
berfungsi dengan baik
g.
Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan
telinga
b)
Harga diri rendah berhubungan dengan
penurunan fungsi pendengaran.
Tujuan : klien dapat menerima keadaan
dirinya
Kriteria Hasil
Secara bertahap klien dapat :
-
Mengenal perasaan yang menyebabkan
perilaku menarik diri
-
Berhubungan sosial dengan orang lain
-
Mendapat dukungan keluarga mengembangkan
kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain
-
Membina hubungan saling percaya dengan
perawat
Intervensi :
a.
Kaji pengetahuan klien tentang perilaku
menarik diri dan tanda-tandanya.
b.
Beri kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaan penyebab klien tidak mau bergaul atau menarik diri
c.
Diskusi bersama klien tentang perilaku
menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang mungkin
d.
Beri pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasaan
e.
Diskusikan tentang keuntungan dari
berhubungan dan kerugian dari perilaku menarik diri
f.
Dorong dan bantu klien untuk berhubungan
dengan orang lain
g.
Beri pujian atas keberhasilan yang telah
dicapai klien
h.
Bina hubungan saling percaya dengan
klien
i.
Anjurkan anggota keluarga untuk secar
rutin dan bergantian mengunjungi klien
j.
Beri reinforcement positif atas hal-hal
yang telah dicapai oleh keluarga
k.
Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip hubungan terpeutik
c)
Kurang aktivitas berhubungan dengan
menarik diri dengan lingkungan.
Tujuan : klien dapat melakukan
aktivitas tanpa kesulitan
Kriteria Hasil
Secara bertahap klien dapat :
-
Menceritakan perasaan-perasaan bosan
-
Melaporkan adanya peningkatan dalam
aktivitas yang menyenangkan.
-
Menceritakan metode koping terhadap
perasaan marah atau depresi yang disebabkan oleh kebosanan.
Intervensi :
a.
Beri motivasi untuk dapat saling berbagi
perasaan dan pengalaman
b.
Bantu klien untuk mengatasi perasaan
marah dari berduka
c.
Variasikan rutinitas sehari-hari
d.
Libatkkan individu dalam merencanakan
rutinitas sehari-hari
e.
Rencanakan suatu aktivitas sehari-hari
f.
Beri alat bantu dengar dalam melakukan aktivitas
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Presbikusis
merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian koklea
(striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris) maupun serabut saraf
auditori. Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik
individu dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus,
obat ototoksik, dan penyakit sistemik.
Penurunan fungsi pendengaran bisa
disebabkan oleh:
·
Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga
atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan
fungsi pendengaran konduktif).
·
Kerusakan pada telinga dalam, saraf
pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran
sensorineural).
4.2
Saran
Diharapkan
kepada perawat lebih paham pada asuhan keperawatan lansia , Sehingga dapat
mengetahui tentang pengertian, penyebab, gejala, penatalaksanaan, dan
pencegahan terhadap gangguan pendengaran pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Roach sally. Introduktory gerontological Nursing.
2001. Lippinctt: New Yor
Syaifuddin, Anatomi fisisologi. 1997. EGC. Jakarta
Petunjuk praktikum fisiologi I. Tim pengajar
fisiologi. 2005. Stikes Aisyiyah Yogyakarta,
Http: // www.pfizer peduli . com / artcel _ detail .
aspex. Id : 21
Panduan dianosa keperawatan NANDA
Http: // www. Dokter tetanus . pjnkk. Go. Id /
content . view / 249/31
http: // www. Dokter tetanus. WordPress. Com
wahyudi, Nugroho, Keperawatan Gerontik. 2000. EGC :
Jakarta.
0 komentar:
Post a Comment