BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Anatomi ginjal
Ginjal
merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara
vetebra lumbal 1 dan 4. pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal
terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang
berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut
papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdaat glomerulus,
tubulus kontortus proksimal dan distal.
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6
cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150
gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan
menghilang dengan bertambahnya umur.
Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron
(glomerulus dan tubulus yang berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan
nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah
lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang
sudah ada disertai maturasi fungsional.
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan
kapsula bowman, tubulus proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus
bersama denga kapsula bowman juga disebut badan maplphigi. Meskipun
ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dala pembentukan
urine tidak kalah pentingnya.
v Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah
mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal.
Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus,
reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1.
Fungsi ekskresi
·
Mempertahankan osmolalitas
plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi air.
·
Mempertahankan
pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali
HCO3ˉ
·
Mempertahankan
kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
·
Mengekskresikan
produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam urat dan
kreatinin.
2.
Fungsi non
ekskresi
·
Menghasilkan
renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
·
Menghasilkan
eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel darah
merah oleh sumsum tulang.
·
Memetabolisme
vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
·
Degradasi
insulin.
·
Menghasilkan
prostaglandin
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan
atau menjernihkan plasma darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh
sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk dibersihkan
adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan
lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang
cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam
membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam tubuh adalah :
1.
Nefron menyaring
sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan cairan
filtrasi.
2.
Jika cairan
filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak
akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam
plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam
membersihkan plasma dan substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi.
Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma
langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus.
Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa
substansi-substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi
yang disekresi.
v Sistem
glomerulus normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman
kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang
terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula (“juxtame-dullary”) lebih
besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens,
membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan kemudian
berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua
arteriola itu disebut kutub vaskuler. Diseberangnya terdapat kutub tubuler,
yaitu permulaan tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri
atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium,
yang terdiri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan
normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel
endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler
terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan
tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot
processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara
sel endotel dan podosit terdapatmembrana basalis glomeruler (GBM = glomerular
basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen
kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri
atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialahlamina rara interna,
lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam
berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana
basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis
glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub
tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang
berproliferasi membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental
atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1.
glomerulus
korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar korteks.
2.
glomerulus
jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian dalam
medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan
merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan
slut.
Gambar 3. Bagian-bagian
nefron
Jalinan glomerulus merupakan
kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai penyaring. Kapiler glomerulus
dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang
mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A. Membran
basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel
endotel dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
1.
Lamina dense
yang padat (ditengah)
2.
Lamnina rara
interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
3.
Lamina rara
eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral
menutupi kapiler dan membentuk tonjolan sitoplasma foot process yang
berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-tonjolan tersebut
adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A.
Pori-pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium
(sel-sel mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus
dan membentuk bagian medial dinding kapiler. Mesangium berfungsi sebagai
pendukung kapiler glomerulus dan mungkin bereran dalam pembuangan makromolekul
(seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler
maupun dengan transpor melalui saluran-saluran intraseluler ke regio
jukstaglomerular.
Gambar 4. Kapiler gomerulus normal
Tidak ada protein plasma yang lebih
besar dari albumin pada filtrat gromerulus menyatakan efektivitas dari dinding
kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel endotel, membran basal
dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion negatif yang
kuat. Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan
(heparan-sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam
daragh relatif memiliki isoelektrik yang rendah dan membawa muatan negatif
murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler gromerulus yang
muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.
Gambar 5. Anatomi system ginjal
2.2
Fisiologi
v Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam
kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil
ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma
seperti ektrolit, glukosa, fosfat,
ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali
protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperti albumin dan globulin).
Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum
meningalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau
gromelural filtration rate (GFR) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi
nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular
filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler
glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.
2.3
Defenisi
Glomerulonefritis merupakan penyebab
utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik
pada anak maupun pada dewasa ( Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323,
2002). Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk
menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus,
bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit
peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan
bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada
gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan,
sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard
Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit
dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa
bentuk glomerulonefritis.
Glomerulonefritis juga disebut dengan glomerulonefritis akut
post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu
proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman
streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain.
Penyakit ini sering mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah
suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang
sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis
merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit
ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh
suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut)
mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran
etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.
2.4
Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang
menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang
ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma
sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis
terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN)
dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga
merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap
lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel
mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran
kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke
dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan
hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat
sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk
granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan
cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan
kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi
melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium,
dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus
membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi
dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen
glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan
endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel,
dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola
nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA
serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh
imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Pola respon jaringan tergantung pada
tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada
mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik
berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara
sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai
kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon
cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit
epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon
peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus
berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran
basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab
terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian
besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya
merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung
menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding
kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak
sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes
juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit
deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan
mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan
demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan
kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis
akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis
dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis
sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1.
Terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan
kemudian merusaknya.
2.
Proses auto-imun
kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang
merusak glomerulus.
3.
Streptococcus
nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama
sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
2.5
Klasifikasi
1.
Glomerulonefritis
Primer
v Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang
tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari
hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien
menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan
gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan
sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas,
sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus
atau nefropati IgA.
v Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering
terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu.
Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus
eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak,
didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata
pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah
dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom
nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan
hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
2.
Glomerulonefritis
sekunder
Golerulonefritis
sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca
streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta
hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal
usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan
hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan
hipertensi.
2.6
Etiologi
Sebagian
besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta
hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57
dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul
gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai
resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..
Streptococcus ini dikemukakan pertama
kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
1.
Timbulnya GNA
setelah infeksi skarlatina
2.
Diisolasinya
kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3.
Meningkatnya
titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi,
keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa
penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan
karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1.
Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus,
Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,
Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
2.
Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia,
echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemika dl
3.
Parasit : malaria dan toksoplasma
v Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif
berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa
pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90%
infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β
kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes S. pyogenes β-hemolitik golongan A
mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
a.
Sterptolisin O
adalah suatu protein (BM 60.000) yang
aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat
menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk
beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan
dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung
dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah
infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody
ini menghambat hemolisis oleh
sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody.
Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap
abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi
atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada
orang yang hipersensitifitas.
b.
Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone
hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar
darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh
penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak
bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.
2.7
Gejala Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam.
Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala
berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan
hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi
Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di
seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal
jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen
mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron
dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi
edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian
anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal)
akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga
terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada
retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama
edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh
ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan
gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat
dilakukan pembatasan garam.
Gambar 2.7.1 Proses terjadinya
proteinuria dan hematuria
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak
dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal
kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap
tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya
menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali
pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada
gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah,
tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Gejala klinis yang sering terjadi :
1.
Riwayat infeksi
pada tenggorokan atau kulit sebelumnya. Pada beberapa kasus, penderita sering
tidak menyadari atau adanya infeksi pada tenggorokan atau kulit sebelumnya.
2.
Terdapat darah
pada urin. Darah pada urin dapat bersifat makroskopik dan mikroskopik. Pada
makroskopik dapat langsung terlihat dengan mata telanjang, di mana urin
berwarna merah hingga kecoklatan sedangkan pada mikroskopik tidak dapat dilihat
langsung dengan mata telanjang dan urin tampak normal sehingga membutuhkan bantuan mikroskop. Pada beberapa kasus dapat
hingga menyebabkan anemia atau kekurangan sel darah merah.
3.
Terdapat protein
pada urin sehingga urin dapat tampak keruh dan berbusa. Karena protein keluar
melalui urin maka kadar protein di dalam darah menjadi rendah.
4.
Bengkak pada tubuh.
Umumnya paling sering terlihat pada daerah kelopak mata lalu ke wajah dan
seluruh tubuh. Bengkak pada tubuh dapat hilang timbul sehingga sering kali
tidak disadari oleh penderita . Misalnya pada pagi hari terjadi bengkak di
kelopak mata, siangnya bengkak hilang dan sorenya ditemukan pada kaki karena
penderita sering berdiri. Karena bengkak sering ditemukan pada kelopak mata,
seringkali penderita mengira matanya mengalami kelainan.
5.
Tekanan darah
meningkat.
6.
Buang air kecil
yang jarang dan sedikit
7.
Gejala lain
seperti demam, mual, muntah, lemas, malas makan, dan pucat dapat juga ditemukan
pada penderita
2.8
Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya
proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50%
penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria
serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+)
dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan
tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala
sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment)
dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau
hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.
Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari
dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila
telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus
dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,
ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen
sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien
dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak
memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu
antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50%
kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus
biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum
meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3
kali berarti adanya infeksi.
2.9
Komplikasi
1.
Oliguria sampai
anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis
peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2.
Ensefalopati
hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3.
Gangguan
sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas
dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
4.
Anemia yang
timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
2.10
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi
penyembuhan kelainan di glomerulus.
1.
Istirahat mutlak
selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk
memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2.
Pemberian
penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya
glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang
mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap
kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara
teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain,
tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
3.
Makanan. Pada
fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi
seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
4.
Pengobatan
terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan
gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin
sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi
efek toksis.
5.
Bila anuria
berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung
dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena
pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
2.11
Gambaran patologi
Makroskopis
ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada
korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat
disebut glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel
glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai
Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul,
infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop
elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan
humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan
antigen Streptococcus.
Gambar 2.11.1 Histopologi gelomerulonefritis dengan
mikrosko cahaya pembesaran 20x
Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya
(hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan
glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler.
Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit
PMN
Gambar 2.11.2. Histopatologi glomerulonefritis
dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×
Gambar 2.11.3. Histopatologi glomerulonefritis
dengan mikroskop elektron
keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop
electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial
juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di
subephitelia.(lihat tanda panah)
2.12
Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh,
tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat
pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali
pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara
bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen
serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan
tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar
pasien.
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien
glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti
selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik.
Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang
persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada
dewasa kurang baik.
Potter dkk menemukan kelainan sedimen
urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang
diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda
dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis
akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya
perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang
dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum
menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada
kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal
kronik.
2.13
Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut
pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejalan klinis berupa
hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah
infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti
adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3
mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat
menyerupai glomerulonefritis akut
pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis
kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata
mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis
akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi
bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah
faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis kronik lain juga
menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab,
hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan
gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus,
dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan
glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.
Pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok perjalanan penyakitnya
cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom
nefrotik dan proteinuria masih lebih
jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada
glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut
merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut
pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik
yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8
minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis
yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO >
100 kesatuan Todd.
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering
terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari
strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif.
Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi
ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi
ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi
merupakan indikasi.
2.14
Diagnosis Banding
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa
penyakit, diantaranya adalah :
1.
Nefritis IgA
Periode laten
antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin
berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
2.
MPGN (tipe I dan
II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat
bermanifestasi sama sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.
3.
lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross
hematuria
4.
Glomerulonefritis
kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti
glomerulonefritis akut.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN GLOMERULUS NEFRITIS
Pengkajian
Identitas Pasien
Nama : Ny. Ax
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 52 tahun
TB/BB : 154 cm / 80 kg
Data Subyektif :
-
Mengeluh demam
-
Mengeluh nyeri
Data Objektif :
-
TTV :
a)
Temperatur:
38,50 C,
b)
R
(pernapasan): 24x / menit,
c)
tekanan darah
(BP): 140/90 mmHg
d)
P (nadi): 90x
/ menit.
-
Hasil
Laboratorium
a)
leukosit:
12000 mmk (normal : 4000-11000),
b)
Hemoglobin:
11.8mg / dl (pr: 12-14),
c)
kreatinin: 4,6
mg / dl (pr:0,5 – 1,1),
d)
albumin urine:
6.7mg / dl (3,5 – 5).
-
Urine Positif
Keruh
-
Berkemih hanya
50 cc
Riwayat Klien :
-
Merokok
-
Makan makanan
Juck food dan Fast Food
-
Konsumsi obat Macrobid(obat antibiotic) 2 kali sehari setelah
dipulangkan
Riwayat Operasi :
-
Pemasangan TVT
(tension free vaginal tape)
-
Perbaikan
prolaps uteri (peranakan turun)
Pemeriksaan
Diagnostik/Penunjang :
A.
Pemeriksaan
laboratorium
a)
Biopsi ginjal
– sampel jaringan ginjal akan diambil dan dipelajari di laboratorium
b)
CT Scan –
pengambilan gambar yang terperinci dari perut dan panggul Anda untuk membantu
dokter mendiagnosis kondisi Anda
c)
Tes urin dan
darah – adanya bakteri dan infeksi akan menyebabkan hasil tes urin dan darah
yang tidak normal
-
Terdapat
protein (proteinuria), terdapat darah (hematuria), albuminuria, urine tampak
kemerah-merahan seperti kopi.
-
Secara
mikroskopik : sedimen kemih tampak adanya silindruria (banyak silinder dalam
kemih), sel-sel darah merah dan silinder eritrosit.
-
Berat jenis
urine biasnaya tinggi meskipun terjadi azotemia.
Pemeriksaan fisik
-
TTV :
a)
Temperatur:
38,50 C,
b)
R
(pernapasan): 24x / menit,
c)
tekanan darah
(BP): 140/90 mmHg
d)
P (nadi): 90x
/ menit.
-
Inspeksi :
a)
Dilakukan
pengukuran berat badan
b)
Berat badan
biasa ditemukan meningkat.
c)
Dilakukan
pengukuran tekanan darah biasa terjadi peningkatan tekanan darah.
d)
Tampak odema
e)
Tampak
pruritus
Diagnosa
keperawatan
a.
Perubahan pola
eleminasi urinarius berhubungan dengan penurunan kapasitas atau iritasi kandung
kemih sekunder terhadap infeksi ditandai dengan oliguri/anuria
b.
Risiko infeksi
berhubungan dengan penurunan pertahanan imunologi.
c.
Perubahan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah.
d.
Risiko tinggi
terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor kulit
(edema), pruritus.
e.
Hipertermi
berhubungan dengan tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap infeksi
ditandai oleh demam.
Intervensi
Keperawatan
1.
Perubahan pola
eleminasi urinarius berhubungan dengan penurunan kapasitas atau iritasi kandung
kemih sekunder terhadap infeksi ditandai dengan oliguri/anuria
-
Tindakan/intervensi Rasional
a.
Catat keluhan
urine (sedikit penurunan/ penghentian aliran urine tiba-tiba)
Rasional : Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat mengindikasikan
obstruksi/disfungsi
b.
Observasi dan
catat warna urine, perhatikan hematuria
Rasional : Urine dapat agak kemerahmudaan
c.
Awasi
tanda-tanda vital
Rasional : Indikator keseimbangan
cairan menunjukkan tingkat hidrasi dan keefektifan therapi penggantian cairan
d.
Kolaborasi
dalam pemberian cairan intravena
Rasional : Membantu mempertahankan hidrasi/sirkulasi volume adekuat dan
aliran urine.
-
Kriteria
evaluasi yang diharapkan :
Menunjukkan aliran urine terus-menerus dengan haluaran urine adekuat
untuk situasi individu
2.
Risiko infeksi
berhubungan dengan penurunan pertahanan imunologi.
-
Tindakan/intervensi
a.
Tingkatkan
cuci tangan yang baik pada pasien dan staf
Rasional : Menurunkan risiko kontamiasi silang
b.
Hindari
prosedur, instrumen dan manipulasi kateter tidak menetap, gunakan teknik
aseptik bila merawat/memanipulasi IV
Rasional : Membatasi introduksi bakteri ke dalam tubuh, deteksi
dini/pengobatan terjadinya infeksi dapat mencegah sepsis
c.
Berikan
perawatan kateter dan tingkatkan perawatan kateter dan tingkatkan perawatan
perionatal
Rasional : Menurunkan kolonisasi bakteri dan risiko 15K asenden
d.
Kaji
integritas kulit
Rasional : Ekskoriasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder
e.
Awasi tanda
vital
Rasional : Demam dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda
peningkatan laju metabolik dari proses inflamasi.
f.
Ambil spesimen
untuk kultur dan sensitivitas dan berikan antibiotik tepat sesuai indikasi
Rasional : Memastikan infeksi dan identifikasi organisme khusus, membantu
memilih pengobatan infeksi paling efektif.
-
Kriteria
evaluasi yang diharapkan :
Tidak mengalami tanda/gejala infeksi
3.
Perubahan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah.
-
Tindakan/intervensi
a.
Kaji/catat
pemasukan diet
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet
b.
Berikan makan
sedikit dan sering
Rasional : Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status
uremik/menurunnya peristaltic
c.
Berikan
pasien/orang terdekat daftar makanan
Rasional : Memberiakn pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet.
d.
Tawarkan
perawatan mulut sering
Rasional : Membran mukosa menjadi keringan dan pecah perawatan mulut
menyejukkan, membantu menyegarkan rasa mulut.
e.
Timbang berat
badan tiap hari
Rasional : Mengetahui status gizi pasien
-
Kriteria hasil
yang diharapkan:
Mempertahankan/emingkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh
situasi individu, bebas edema.
4.
Hipertermi
berhubungan dengan tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap infeksi
ditandai oleh demam.
-
Tindakan/intervensi
a.
Pantau suhu
pasien perhatikan menggigil
Rasional : Membantu dalam menentukan dalam diagnosis
b.
Pantau suhu
lingkungan
Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
c.
Berikan
kompres air hangat
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam.
d.
Kolaborasi
dalam pemberian antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam
-
Kriteria hasil
yang diharapkan :
Menunjukkan suhu dalam batas normal
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Glomerunefritis merupakan penyakit
perdangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis akut paling lazim terjadi pada
anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga
terserang , perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNA ialah suatu reaksi imunologis pada
ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat
infeksi2. tidak semua infeksi streptokokus akan menjadi glomerulonefritis,
hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal,
terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta
hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe tersebut diatas
tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen disbanding yang lain. Mengapa tipe
tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan
permulaan penyakit adalh rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala,
mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah :hematuria,
oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan
glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan kerusakan pada glomerulus,
Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang
mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk
membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila
terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara
kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi
strepkokus.
3.2. Saran
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu penulis menyarankan kepada para
pembaca khususnya teman-teman mahasiswa agar mencari reverensi lain selain dari
makalah ini, dan penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar dapat kami jadikan pedoman dalam membuat
makalah yang berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Price, Sylvia A,
1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.
2.
Staf Pengajar
Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika,
Jakarta.
3.
Ilmu Kesehatan
Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca
streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
4.
http://www/.5mcc.com/
Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 20th, 2016.http://inspiratif95.blogspot.co.id/Kesehatan
materinya sangat bermanfaat, terimakasih.
ReplyDelete